Sabtu, 25 Desember 2010

obligasi syariah



A.    Pengertian Obligasi Syariah

Kata obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu obligatie atau obligaat, yang berarti kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan atau surat hutang suatu pinjaman Negara atau daerah atau perseroan dengan bunga tetap[1]. Menurut UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, Obligasi Konvensional yaitu Surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada priode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo[2]. Sedangkan obligasi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/ DSN-MUI/ IX/2002 adalah  suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo[3].

Di sini obligasi merupakan instrument utang bagi perusahaan yang hendak memperoleh modal. Jangka waktu jatuh tempo dari suatu obligasi adalah jumlah tahun yang telah dijanjikan oleh emiten untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, jatuh tempo dari obligasi mengacu pada tanggal berakhirnya eksistensi utang tersebut dan hari dimana emiten akan menebus obligasi dengan membayar jumlah yang terutang.

B.     Sejarah dan Pengembangan Obligasi Syariah

Sesungguhnya, sukuk / obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA – Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate Sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan bak cendawan di musim hujan. Tidak ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam pun mulai melirik hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar. Dan masih banyak contoh lainnya[4].
Di Indonesia secara resmi pasar modal syariah diluncurkan pada tahun 2003, namun instrument pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek bekerja sama dengan Danareksa Investmen Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut maka para pemodal telah disediakan saham-saham dan obligasi yang dapat dijadikan sarana berinvestasi dengan penerapan prinsip syariah. Maka muncullah harapan bahwa pasar modal yang didasari prinsip syariah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syariah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan institusi-institusi lembaga keuangan syariah. Salah satu institusi tersebut adalah obligasi syariah. Perkembangan selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk, pada awal September 2002. Instrument ini merupakan obligasi syariah pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah lainnya. Pada tahun 2004, terbit untuk pertama kali, obligasi syariah dengan akad sewa atau dikenal dengan obligasi syariah Ijarah. Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrumen baru yaitu reksadana indeks dimana indeks yang dijadikan underlying adalah Indeks Jakarta Islamic Indeks (JII)[5].  

C.    Pinsip-prinsip Obligasi Syariah

Setelah sebuah perusahaan menerbitkan Obligasi Syariah, maka perusahaan tersebut harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur Obligasi Syariah tersebut. Prinsip Obligasi Syariah antara lain:
1.      Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul.
2.      Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
3.      Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata merupakan fungsi waktu dari uang (time value of money).
4.      Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada (bay al dayn bi al dayn).
5.      Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik usaha harus mengikat diri (aqad jaiz).
6.      Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing), dimana pemilik usaha (emiten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
7.      Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun kepada emiten (bila sesuai dengan ketentuan).
8.      Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
9.      Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang[6].
D.    Dasar Hukum Obligasi Syariah
1.      Surat al-maidah:1.
2.      Surat al-isra’:34.
3.      Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.
4.      Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
5.      Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah.
6.      Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/V/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
7.      UU No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)[7].
E.     Jenis-jenis Produk Obligasi Syariah
Berbagai jenis sukuk yang dikenal secara internasional dan diadopsi dalam UU No. 19 tahun 2008 tentang SBSN adalah:
1.      Sukuk Ijarah, yaitu Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah dimana suatu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan asset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al-Muntahiya Bitamliek (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease.
2.      Sukuk mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah dimana suatu pihak menyediakan modal dan satu pihak lainnya menyediakan dan pihak lain menyediakan tenaga atau keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
3.      Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai  kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
4.      Sukuk Istisna’ yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek /barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan[8].
F.     Mekanisme Operasional
Sebelum melakukan transaksi obligasi, emiten harus menerbitkan obligasinya, langkah- langkahnya adalah sebagai berikut :
Menyiapkan dokumen-dokumen, antara lain:
1. Laporan Keuangan
2. Legal Opini
3. Legal Audit
4. Prospektus singkat
5. Prospektus awal
6. Surat-surat pernyataan
7. Surat keterangan fiscal
8. Perjanjian-perjanjian
9. Rating
10. Bursa
11. KSEI
12. Tax Clearance
13. Surat Dewan Syariah
Setelah melengkapi kelengkapan administrasi kemudian mendaftar ke BAPEPAM dan menunggu konfirmasi apakah dinyatakan layak atau tidak menerbitkan obligasi. Setelah diterbitkan, maksimum 10 hari kerja, emiten melakukan portofolio, penawaran obligasi, dan penjatahan bagi investor yang berminat dengan obligasi perusahaan tersebut.
Sedangkan mekanisme antara emiten dan investor digambarkan dalam gambar berikut:


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        KESIMPULAN

Pengertian obligasi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/ DSN-MUI/ IX/2002 adalah  suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Obligasi merupakan instrument utang bagi perusahaan yang hendak memperoleh modal. Jangka waktu jatuh tempo dari suatu obligasi adalah jumlah tahun yang telah dijanjikan oleh emiten untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, jatuh tempo dari obligasi mengacu pada tanggal berakhirnya eksistensi utang tersebut dan hari dimana emiten akan menebus obligasi dengan membayar jumlah yang terutang.

Dalam menopang pengetahuan kita yang menjadi dasarnya adalah mengetahui dasar hokum atau apa yang melegalkannya, dalam hal obligasi syariah dasar hukumnya adalah:

8.      Surat al-maidah:1.
9.      Surat al-isra’:34.
10.  Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.
11.  Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
12.  Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah.
13.  Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/V/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
14.  UU No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Dengan adanya karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terakhir kali penulis mengucapkan permohonan maaf  apabila ada kesalahan dan yang terdapat dalam karya tulis ini. Wabillahi taufik wal hidayah wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.





[1] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah,( Jakarta: Prenada Media, 2009), 314
[2] Joni ekaputra 3kh4.wordpress.com/2008/05/06/obligasi-syariah/
[3] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2009), 140.


[5] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2009), 116.


[6] Obligasi syariah@hendrakholik.net

[7] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2009), 116.



[8] Ibid 143

Tidak ada komentar:

Posting Komentar