Sabtu, 25 Desember 2010

madu dapat melembabkan kulit dan mengurangi kulit yang terkena iritasi serta dapat meringkas pori2. Kulit terawat dan mempesona alami dengan madu..



Madu
Sebagai pengantarx mungkin qt liat n baca beberapa ayat n hadisx y, biar landasannya kuat n mantap gtu loch,,,heeeee..
Firman Allah dalam surah an-Nahl: (Surah An-NAhl: 69).
Tafsirnya: "Kemudian makanlah daripada setiap macam buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan. Daripada perut lebah itu keluar minuman madu yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda kebesaran Tuhan bagi orang yang memikirkan."
Rasulullah Sallallahu 'Alaihi Wasallam juga ada berpesan agar seseorang itu berobat dengan madu dan al-Qur'an, Baginda bersabda:
Maksudnya: "Ambillah / pergunakanlah olehmu sekalian akan dua obat penyembuh iaitu madu dan al-Qur'an." (Hadis riwayat Ibnu Majah)
Menurut Nabi Sallallahu 'Alaihi Wasallam setiap penyakit itu pasti ada obatnya. Sabda Baginda :
Maksudnya : "Berobatlah, maka sesungguhnya Allah tidak meletakkan penyakit kecuali Allah menyediakan baginya obat, kecuali satu penyakit, yaitu tua"  ( Hadis riwayat Abu Daud)
Ayat dan hadis diatas kan menjelaskan ttg madu sebagai obat dalam berbagai macam penyakit. Nah yg penting juga nih madu juga berkhasiat tuk perawatan wajah.  Tau gak teman2 khasiat madu untuk kecantikan sangat terbukti coz aku sendiri udah ngebuktiin loh…Madu bermanfaat untuk melembabkan kulit dan mengurangi kulit yang terkena iritasi serta dapat meringkas pori2. Cara penggunaannya juga mudah kok tuangkan madu yang benar2 asli di tangan atau di tempat apapun yang menurut kalian cocok, terus dioleskan ke wajah tapi ingat sebelumnya wajah udah dibersikan terlebih dahulu ya, bersikan semua sisa make up ato kotoran dan debu di wajah pake pembersih dan penyegar juga boleh, tapi menurutku yang paling ampuh tuh dengan cuci muka dengan menggunakan sabun atau apaun yang cocok tuk jenis kulit, mengoleskan madu pada bibir juga akan melembapkan bibir loh,,,sehingga bisa terhindar dari bibir pecah-pecah. Cobain deh insyaallah bermanfaat kok......dan jgn lupa baca Bismillah y, biar berkah, amien....
waallahu a'lam....

obligasi syariah



A.    Pengertian Obligasi Syariah

Kata obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu obligatie atau obligaat, yang berarti kewajiban yang tidak dapat ditinggalkan atau surat hutang suatu pinjaman Negara atau daerah atau perseroan dengan bunga tetap[1]. Menurut UU Pasar Modal No. 8 tahun 1995, Obligasi Konvensional yaitu Surat berharga jangka panjang yang bersifat hutang yang dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi dengan kewajiban membayar bunga pada priode tertentu dan melunasi pokok pada saat jatuh tempo[2]. Sedangkan obligasi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/ DSN-MUI/ IX/2002 adalah  suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo[3].

Di sini obligasi merupakan instrument utang bagi perusahaan yang hendak memperoleh modal. Jangka waktu jatuh tempo dari suatu obligasi adalah jumlah tahun yang telah dijanjikan oleh emiten untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, jatuh tempo dari obligasi mengacu pada tanggal berakhirnya eksistensi utang tersebut dan hari dimana emiten akan menebus obligasi dengan membayar jumlah yang terutang.

B.     Sejarah dan Pengembangan Obligasi Syariah

Sesungguhnya, sukuk / obligasi syariah ini bukan merupakan istilah yang baru dalam sejarah Islam. Istilah tersebut sudah dikenal sejak abad pertengahan, dimana umat Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan internasional. Sukuk merupakan bentuk jamak dari kata sakk yang memiliki arti yang sama dengan sertifikat atau note. Ia dipergunakan oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun demikian, sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan bangsa Arab, menyatakan bahwa sakk inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan dalam transaksi dunia perbankan kontemporer.
Dalam perkembangannya, the Islamic Jurispudence Council (IJC) kemudian mengeluarkan fatwa yang mendukung berkembangnya sukuk. Hal tersebut mendorong Otoritas Moneter Bahrain (BMA – Bahrain Monetary Agency) untuk meluncurkan salam sukuk berjangka waktu 91 hari dengan nilai 25 juta dolar AS pada tahun 2001. Kemudian Malaysia pada tahun yang sama meluncurkan Global Corporate Sukuk di pasar keuangan Islam internasional. Inilah sukuk global yang pertama kali muncul di pasar internasional.
Selanjutnya, penerbitan sukuk di pasar internasional terus bermunculan bak cendawan di musim hujan. Tidak ketinggalan, pemerintahan di dunia Islam pun mulai melirik hal tersebut. Sebagai contoh, pada tahun 2002 pemerintah Malaysia menerbitkan sukuk dengan nilai 600 juta dolar AS dan terserap habis oleh pasar dengan cepat, bahkan sampai terjadi over subscribe. Begitu pula pada Desember 2004, pemerintah Pakistan menerbitkan sukuk di pasar global dengan nilai 600 juta dolar AS dan langsung terserap habis oleh pasar. Dan masih banyak contoh lainnya[4].
Di Indonesia secara resmi pasar modal syariah diluncurkan pada tahun 2003, namun instrument pasar modal syariah telah hadir di Indonesia pada tahun 1997. Hal ini ditandai dengan peluncuran Danareksa Syariah pada 3 Juli 1997 oleh PT Danareksa Investment Management. Selanjutnya Bursa Efek bekerja sama dengan Danareksa Investmen Management meluncurkan Jakarta Islamic Index pada tanggal 3 Juli 2000 yang bertujuan untuk memandu investor yang ingin menanamkan dananya secara syariah. Dengan hadirnya indeks tersebut maka para pemodal telah disediakan saham-saham dan obligasi yang dapat dijadikan sarana berinvestasi dengan penerapan prinsip syariah. Maka muncullah harapan bahwa pasar modal yang didasari prinsip syariah dapat berkembang lebih besar lagi. Pasar modal syariah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan institusi-institusi lembaga keuangan syariah. Salah satu institusi tersebut adalah obligasi syariah. Perkembangan selanjutnya, instrumen investasi syariah di pasar modal terus bertambah dengan kehadiran Obligasi Syariah PT. Indosat Tbk, pada awal September 2002. Instrument ini merupakan obligasi syariah pertama dan dilanjutkan dengan penerbitan obligasi syariah lainnya. Pada tahun 2004, terbit untuk pertama kali, obligasi syariah dengan akad sewa atau dikenal dengan obligasi syariah Ijarah. Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrumen baru yaitu reksadana indeks dimana indeks yang dijadikan underlying adalah Indeks Jakarta Islamic Indeks (JII)[5].  

C.    Pinsip-prinsip Obligasi Syariah

Setelah sebuah perusahaan menerbitkan Obligasi Syariah, maka perusahaan tersebut harus menjalankan prinsip-prinsip yang mengatur Obligasi Syariah tersebut. Prinsip Obligasi Syariah antara lain:
1.      Pembiayaan hanya untuk suatu transaksi atau suatu kegiatan usaha yang spesifik, dimana harus dapat diadakan pembukuan yang terpisah untuk menentukan manfaat yang timbul.
2.      Hasil investasi yang diterima pemilik dana merupakan fungsi dari manfaat yang diterima perusahaan dari dana hasil penjualan obligasi, bukan dari kegiatan usaha yang lain.
3.      Tidak boleh memberikan jaminan hasil usaha yang semata-mata merupakan fungsi waktu dari uang (time value of money).
4.      Obligasi tidak dapat dipakai untuk menggantikan hutang yang sudah ada (bay al dayn bi al dayn).
5.      Bila pemilik dana tidak harus menanggung rugi, maka pemilik usaha harus mengikat diri (aqad jaiz).
6.      Pemilik dana dapat menerima pembagian dari pendapatan (revenue sharing), dimana pemilik usaha (emiten) mengikat diri untuk membatasi penggunaan pendapatan sebagai biaya usaha.
7.      Obligasi dapat dijual kembali, baik kepada pemilik dana lainnya ataupun kepada emiten (bila sesuai dengan ketentuan).
8.      Obligasi dapat dijual dibawah nilai pari (modal awal) kalau perusahaan mengalami kerugian.
9.      Perubahan nilai pasar bukan berarti perubahan jumlah hutang[6].
D.    Dasar Hukum Obligasi Syariah
1.      Surat al-maidah:1.
2.      Surat al-isra’:34.
3.      Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.
4.      Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
5.      Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah.
6.      Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/V/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
7.      UU No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)[7].
E.     Jenis-jenis Produk Obligasi Syariah
Berbagai jenis sukuk yang dikenal secara internasional dan diadopsi dalam UU No. 19 tahun 2008 tentang SBSN adalah:
1.      Sukuk Ijarah, yaitu Sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad ijarah dimana suatu pihak bertindak sendiri atau melalui wakilnya menjual atau menyewakan hak manfaat atas suatu asset kepada pihak lain berdasarkan harga dan periode disepakati, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan asset itu sendiri. Sukuk ijarah dibedakan menjadi Ijarah Al-Muntahiya Bitamliek (Sale and Lease Back) dan Ijarah Headlease and Sublease.
2.      Sukuk mudharabah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Mudharabah dimana suatu pihak menyediakan modal dan satu pihak lainnya menyediakan dan pihak lain menyediakan tenaga atau keahlian, keuntungan dari kerjasama tersebut akan dibagi berdasarkan perbandingan yang telah disetujui sebelumnya. Kerugian yang timbul akan ditanggung sepenuhnya oleh pihak yang menjadi penyedia modal.
3.      Sukuk Musyarakah, yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Musyarakah dimana dua pihak atau lebih bekerjasama menggabungkan modal untuk membangun proyek baru, mengembangkan proyek yang telah ada, atau membiayai  kegiatan usaha. Keuntungan maupun kerugian yang timbul ditanggung bersama sesuai dengan jumlah partisipasi modal masing-masing pihak.
4.      Sukuk Istisna’ yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian atau akad Istisna’ dimana para pihak menyepakati jual beli dalam rangka pembiayaan suatu proyek /barang. Adapun harga, waktu penyerahan, dan spesifikasi barang/proyek ditentukan terlebih dahulu berdasarkan kesepakatan[8].
F.     Mekanisme Operasional
Sebelum melakukan transaksi obligasi, emiten harus menerbitkan obligasinya, langkah- langkahnya adalah sebagai berikut :
Menyiapkan dokumen-dokumen, antara lain:
1. Laporan Keuangan
2. Legal Opini
3. Legal Audit
4. Prospektus singkat
5. Prospektus awal
6. Surat-surat pernyataan
7. Surat keterangan fiscal
8. Perjanjian-perjanjian
9. Rating
10. Bursa
11. KSEI
12. Tax Clearance
13. Surat Dewan Syariah
Setelah melengkapi kelengkapan administrasi kemudian mendaftar ke BAPEPAM dan menunggu konfirmasi apakah dinyatakan layak atau tidak menerbitkan obligasi. Setelah diterbitkan, maksimum 10 hari kerja, emiten melakukan portofolio, penawaran obligasi, dan penjatahan bagi investor yang berminat dengan obligasi perusahaan tersebut.
Sedangkan mekanisme antara emiten dan investor digambarkan dalam gambar berikut:


                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        KESIMPULAN

Pengertian obligasi syariah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 32/ DSN-MUI/ IX/2002 adalah  suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo. Obligasi merupakan instrument utang bagi perusahaan yang hendak memperoleh modal. Jangka waktu jatuh tempo dari suatu obligasi adalah jumlah tahun yang telah dijanjikan oleh emiten untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, jatuh tempo dari obligasi mengacu pada tanggal berakhirnya eksistensi utang tersebut dan hari dimana emiten akan menebus obligasi dengan membayar jumlah yang terutang.

Dalam menopang pengetahuan kita yang menjadi dasarnya adalah mengetahui dasar hokum atau apa yang melegalkannya, dalam hal obligasi syariah dasar hukumnya adalah:

8.      Surat al-maidah:1.
9.      Surat al-isra’:34.
10.  Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah.
11.  Fatwa DSN MUI No. 33/DSN-MUI/IX/2002, tentang Obligasi Syariah Mudharabah.
12.  Fatwa DSN MUI No. 41/DSN-MUI/III/2004, tentang Obligasi Syariah Ijarah.
13.  Fatwa DSN MUI No. 59/DSN-MUI/V/2007, tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi.
14.  UU No:19 tahun 2008, tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN).
Dengan adanya karya tulis ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terakhir kali penulis mengucapkan permohonan maaf  apabila ada kesalahan dan yang terdapat dalam karya tulis ini. Wabillahi taufik wal hidayah wasalamualaikum warahmatullahi wabarakatu.





[1] Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Current Issues Lembaga Keuangan Syariah,( Jakarta: Prenada Media, 2009), 314
[2] Joni ekaputra 3kh4.wordpress.com/2008/05/06/obligasi-syariah/
[3] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2009), 140.


[5] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2009), 116.


[6] Obligasi syariah@hendrakholik.net

[7] Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Prenada Media, 2009), 116.



[8] Ibid 143

Selasa, 07 Desember 2010

makna dan tujuan distribusi dalam sistem ekonomi islam




A.      MAKNA DISTRIBUSI
a.        Makna Distribusi dan Urgensinya
Terdapat perbedaan dalam system ekonomi tentang makna distribusi. Kapitalisme memberikan kebebasan kepemilikan khusus dan memperbolehkan pemindaan kekayaan dengan cara pewarisan atau hibah, dan tidak meletakan kaidah-kaidah untuk penentuan hal tersebut. Sementara ekonomi social mengabaikan kepemilikan khusus bagi unsur-unsur produksi, dan menilai pekerjaan sebagai satu-satunya unsur bagi produksi. Karena itu sistem distribusinya berdasarkan pada prinsip “setiap individu sesuai tingkat kemampuannya, dan setiap individu sesuai tingkat kebutuhannya,” dan berdasarkan pada   khurafat perealisasian keadilan pembagian pemasukan bagi tingkatan pekerja yang berlandaskan pada pilar-pilar sosial.
                Pada sisi lain, ekonomi kapitalisme memfokuskan pembagian “ pemasukan Negara” di antara unsur-unsur produksi, kemudian memperhatikan penyelesaian factor-faktor yang menentukan harga (bagian) unsur-unsur produksi dari pemasukan Negara. Karena itu kapitalisme memutlakan system distribusi dengan terminologi “teori harga unsure produksi”. Sedangkan distribusi individu, yakni distribusi income di antara individu masyarakat dan kelompoknya, tidak mendapat perhatian kapitalisme kecuali dimasa belakangan ini, dan dengan tingkata yang terbatas.
                Sedangkan makna distribusi dalam ekonomi Islam jauh lebih luas lagi, yaitu mencakup pengaturan kepemilikan unsure-unsur produksi dan sumber-sumber kekayaan.  Yang mana Islam memperbolehkan kepemilikan umum dan kepemilikan khusus, dan meletakan bagi  masing-masing dari keduanya dari kaidah-kaidah untuk mendapatkannya dan mempergunakannya, dan kaidah-kaidah untuk warisan, hibah dan wasiat. Sebagaimana ekonomi Islam juga memiliki polotik dalam distribusi pemasukan, baik antara unsure-unsur produksi maupun antara  individu masyarakat dan kelompok-kelompoknya, disamping pengembalian distribusi dalam system jaminan social yang disampaikan adalam ajaran Islam.
                Distribusi dalam ekonomi Islam berbeda dengan system konvensional dari sisi tujuannya, asas ideology, moral dan sosialnya yang tidak dapat dibandingkan dengan system ekonomi konvensional.
1.        konsep moral Islam dalam system distribusi pendapatan
secara umum, Islam mengarahkan mekanisme berbasis moral, spiritual dalam pemeliharaan keadilan social pada setiap aktivitas ekonomi. Latar belakangnya karena ketidak seimbangan distribusi kekayaan adalah hal yang mendasari hamper semua konflik individu maupun social. Upaya pencapaian manusia akan kebahagiaan membimbing manusia untuk menerapkan keadilan ekonomi yang dapat menyudahi kesengsaraan. Hal tersebut akan sulit dicapai tanpa adanya keyakinan pada prinsip moral dan sekaligus kedisiplinan dalam mengimplementasikan konsep moral  tersebut. Ini merupakan fungsi dari menerjemahkan konsep moral sebagai factor endogen dalam perekonomian, sehingga etika ekonomi menjadi hal yang sangat membuming untk dapat mengalahkan setiap kepentingan pribadi.
                Untuk itu, dalam merespon laju perkembangan pemikiran ini, yang harus dilakukan adalah:
v  mengubah pola pikir (mind sets) dan pembelajaran mengenai nilai Islam, dari yang focus perhatiannya bertujuan materialistis kepada tujuan yangmengarahkan kesejahteraan umum berbasis pembagian sumber daya dan resiko yang berkeadilan, untuk mencapai kemanfaatan yang lebih besar bagi komunitas social.
v  keluar dari ketergantungan kepada pihak lain. Hidup diatas kemampuan pribadi sebagai personal maupun bangsa, melaksanakan kewajiban financial sebagaimana yang titunjukan oleh ajaran Islam dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa dunia saat ini bukanlah akhir cerita kita. Akan ada kehidupan beru setelah kehidupan di dunia fana ini.
Sesungguhnya sistem ekonomi kapitalis telah gagal dalam merealisasikan keadilan distribusi yang berdampak pada penderitaan masyarakat yang menjadi kapitalisme sebagai pedoman dalam kehidupan ekonominya. Bahkan kapitalisme mulai menderita krisis yang mendekatkan kepada kehancurannya, dimana dunia mulai mendengar jeritan yang memilukan yang keluar dari ibu kota kapitalisme tentang keharusan menempatkan jalan ketiga sebagai ganti kapitalisme yang telah nampak tidak mampu menghadapi krisis besar yang diderita oleh dunia di bawah bayang-bayang kapitalisme.
Sedangkan ekonomi sosialis tidak bisa mewujudkan keadilan bagi tingkatan kerja seperti didalihkan, bahkan justru memiskinkan masyarakat dalam semua tingkatan dan kelompoknya, sehingga sistem ini semakin terpuruk, kemudian menghembuskan nafasnya yang terakhir di tanah airnya sendiri, karena dia kontradiksi dengan fitrah manusia, dan berjalan di dalam arus balik kehidupan sehingga menyeretnya ke bak sampah sejarah. 
Sedangkan Islam sendiri mengutamakan tema distribusi dengan perhatian besar yang nampak dalam beberapa fenomena, dimana yang terpenting diantaranya adalah sebagai berikut:
1.        banyaknya nash al-qur’an dan hadis Nabawi yang mencakup tema distribusi dengan menjelaskn sistem manajemennya, himbauan komitmen kepada cara-cara yang terbaik, dan memperingatkan penyimpangan dari sistem yang benar. Bahkan nash-nash tersebut mengkorelasikan antara merealisasikan jaminan sosial yang merupakan cara yang mendasar untuk pengembalian distribusi dan masuk surga, dan mengkaitkan antara keburukan distribusi dengan masuk neraka. Diamana yang demikian itu merupakan metode terkuat dalam memberikan himbauan dan peringatan.
2.        Syariat Islam tidak hanya menetapkan prinsip-prinsip umum bagi distribusi dan pengembalian distribusi, namun juga merincikan dengan jelas dan lugas, diantaranya dengan menjelaskan cara pendistribusian harta dan sumber-sumbernya yang terpenting. Sebagai contohnya, bahwa al-Qur’an menentukan cara pembagian zakat dengan mendetail, penentuan pembagian ganimmah dan faiq, kewajiban nafkah kerabat yang membutuhkan dalam harta kerabat mereka yang kaya, dll.
3.        Banyak dan konperhensifnya sistem dan cara distribusi yang ditegakan dalam Islam, baik dengan cara penghalusan (wajib) maupun yang secara suka rela (sunnah). Bahwa zakat yang merupakan cara terpenting yang membantu terealisasinya keadilan distribusi dan keadilan sosial didalam Islam mendapat tempat besar didalam Islam, yaitu sebagai rukun ketiga dari lima rukun Islam, dan penolakan melaksanakannya merupakan sebab terpenting dalam memeranginnya Abu Bakar r.a terhadap orang-orang yang murtad.
4.        Al-Qur’an menyebutkan secara tekstual dan eksplisit tentang tujuan peringanan perbedaan di dalam kekayaan, dan mengantisipasi pemusatan harta dalam kalangan minoritas, setelah Allah menjelaskan pembagian fai’, dimana tujuan tersebut dijelaskan dengan firmannya. “agar harta tidak hanya beredar diantara orang-orang kaya diantara kamu.
5.        Dalam fiqih ekonomi, Umar r.a tema distribusi mendapat porsi besar yang akan dijelaskan di dalam pasal ini, dan perhatian Umar terhadap tema distribusi tampak jelas dalam beberapa hal sebagai berikut,
a.        diantara wasiat beliau untuk umat adalah berlaku adil dalam distribusi, dimana beliau berkata, “sesungguhnya aku telah meninggalkan kepada kalian dua hal, yang kalian akan selalu dalam kebaikan selama kalian komitmen kepada keduanya, yaitu adil dalam hukum dan adil dalam pendistribusian”.
b.        Banyaknya sikap dan ijtihad Umar r.a dalam hal-hal yang berkaitan dengan distribusi, bahkan beliau menangani sendiri proses distribusi.

B.       TUJUAN DISTRIBUSI DALAM EKONOMI ISLAM
Ekonomi Islam mempunyai sistem distribusi yang merealisasikan beragam tujuan yang mencakup berbagai bidang kehidupan dimana distribusi tersebut dikelompokan menjadi empat bagian,antara lain
a.        Tujuan dakwah`
                Yang dimaksud dakwah disini adalah dakwah kepada Islam dan menyatukan hati kepada Allah. Contohnya; bagian muallaf di dalam zakat.dimana muallaf itu adakalanya orang kafir yang diharapkan keIslamannya.
b.        Tujuan pendidikan
                Secara umum bahwa distribusi dalam perspektif ekonomi Islam dalam mewujudkan beberapa tujuan pendidikan.
·         Pendidikan terhadap akhlak terpuji, seperti suka memberi, berderma dan mengutamakan orang lain.
·         Mensucikan dari akhlak tercela, seperti pelit, egois dll.
c.        Tujuan sosial
                Tujuan sosial terpenting bagi distribusi adalah :
Ø  Memenuhi kebutuhan kelompok yang membutuhkan, dan menghidupkan prinsip solidaritas di dalam masyarakat muslim.
Ø  Menguatkan ikatan cinta dan kasih sayang di antara individu dan kelompok di dalam masyarakat.
Ø  Mengikis sebab-sebab kebencian dalam masyarakat, yang akan berdampak pada terealisasinya keamanan dan ketentraman masyarakat.
Ø  Keadilan dalam distribusi yang mencakup pendistribusian sumber-sumber kekayaan
d.        Tujuan ekonomi
§  Pengembangan harta dan pembersihannya, karena pemilik harta ketika menginfakan sebagian hartanya  kepada orang lain, baik infak wajib maupun sunnah, maka demikian itu akan mendorongnya untuk menginvestasikan hartanya sehingga tidakakan habis karena zakat
§  Memberdayakan sumber daya manusia yang menganggur dengan terpenuhi kebutuhannya tentang harta atau persiapan yang lazim untuk melaksanakannya dengan melakukan kegiatan ekonomi.
§  Andil dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi, dimana tingkat kesejahteraan ekonomi berkaitan dengan tingkat konsumsi . sedangkan tingkat konsumsi tidak hanya berkaitan dengan bentuk pemasukan saja, namun juga berkaitan dengan cara pendistribusiannya diantara individu masyarakat.
§  Penggunaan terbaik terhadap sumber ekonomi, contohnya : ketika sebagian harta orang kaya diberikan untuk kemaslahatan orang-orang miskin, maka kemanfaatan total bagi pemasukan umat bertambah. Sebab pemanfaatan orang-orang miskin terhadap harta tersebut akan menjadi pada umumnya lebih besar daripada kemanfaatan harta tersebut masih berada di tangan orang yang kaya.

C.      DISTRIBUSI PENDAPATAN DALAM ISLAM
Distribusi menjadi posisi penting dari teori ekonomi mikro Islam karena pembahasan distribusi berkaitan bukan saja berhubungn dengan aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan aspek politik. Maka distribusi dalam ekonomi Islam menjadi perhatian bagi aliran pemikir ekonomi Islam  dan konvensional sampai saat ini. Di lain pihak, keadaan ini berkaitan dengan visi ekonomi Islam di tengah-tengah umat manusia lebih sering mengedepankan adanya jaminan pemenuhan kebutuhan hidup yang lebih baik.
Dan hal itu memang tidak bisa disangkal berbagai aspek normatif yang berkaitan dengan firman Allah dan asbda Rasulullah S.AW merupakan bagian penting dari misi dakwanya. Sebenarnya konsep Islam tidak hanyamengedepankan aspek ekonomi dimana ukuran berdasarkan jumlah harta kepemilikan, tetapi bagaimana bisa terdistribusi menggunakan potensi kemanusiaannya, yang berupa penghargaan hak hidup dalam kehidupan. Distribusi harta tidak akan  mempunyai dampak yang signifikan kalau tidak ada kesadaran antara sesama manusia akan kesamaan hak hidup.
Oleh karena itu dalam distribusi pendapatan berhubungan dengan beberapa masalah:
1.        Bagaimana mengatur adanya distribusi pendapatan.
2.        Apakah distribusi pendapatan yang dilakukan harus mengarah pada pembentukan masyarakat yang mempunyai pendapat yang sama.
3.        Siapa yang menjamin adanya distribusi pendapatan  ini di masyarakat.
Untuk menjawab masalah ini Islam telah menganjurkan untuk mengerjakan zakat, infak, sodaqah. Kemudian baitul mal membagikan kepada orang yang membutuhkan untuk meringankan masalah hidup orang lain dengan cara memberi bantuan langsung ataupun tidak langsung, Islam tidak mengarahkan distribusi pendapatan yang sama rata, retak pemerataan dalam Islam adalah keadilan atas dasar maslahah, dimana antara satu orang dan orang lain dalam kedudukan sama atau berbeda, maupun atau tidak mampu saling bisa menyantuni, menghargai dan menghormati peran masing-masing. Semua keadaan di atas akan terealisasi bila masing-masing individu sadar terhadap eksistensinya di hadapan Allah.